Minggu, 04 Juli 2010

Tragedi Pulau Kelor

Aku terus berlari dan berlari, walau kaki-kakiku terasa berat, meski semakin aku melangkah semakin pasir-pasir itu menarik kakiku masuk ke dalamnya. Pokoknya aku tak boleh berhenti berlari!

Aku menoleh ke belakang. Mereka masih membayangiku, tetapi mereka semakin menjauh dan akhirnya menyerah. Ternyata pasir tidak mendukung baik aku ataupun mereka.

Aku menghentikan pelarianku ini. Jujur, aku lelah. Aku berjalan ke sisi pulau yang satunya. Kulihat sekarang mereka mengejar teman-temanku yang berlindung di sisi lain pulau itu. Terlintas dalam pikiranku untuk melakukan negosiasi dengan mereka.

Aku sudah berpikir untuk melangkah balik dan turun menemui mereka pelan-pelan tanpa membuat gaduh bahkan tak ingin mereka menyadariku. Aku sudah memutuskan. Karena bagaimanapun, semuanya, aku dan teman-temanku, akan menjadi korban keganasan mereka. Namun terlambat, mereka telah membaca langkahku dan mereka tidak mengerti itikad baikku. Mereka salah paham! Mereka pikir aku masih ingin lari. Tidak!

Mereka datang dari dua arah, dari kanan dan kiriku. Aku tak bisa mundur karena aku tidak tahu hal mengerikan apa yang sedang menunggu di belakangku. Dan aku tak bisa maju karena itu sama saja dengan bunuh diri. Aku memilih resiko untuk menghadapi mereka. Aku mati langkah. Pasir-pasir itu tak ingin melepaskan kakiku. Bahkan aku pun kehilangan kata-kata.

Seseorang menyergapku dari belakang. Aku mencoba berontak tapi terlambat. Orang yang lain lagi telah menangkap kedua kakiku.

"Pegang tangannya!" teriak salah satu dari mereka.
"Aku pegang kaki yang ini. Kamu kaki yang satunya!" seru yang lain memerintahkan kepada rekannya.
Mereka semakin banyak berdatangan. Aku tak bisa berpikir lagi.

"Angkat!"
"Gotong!"
"Bawa ke sana!"
Mereka meneriakkan kata-kata itu sambil tertawa-tawa puas dan penuh kemenangan. Aku mencoba menatap wajah mereka, mencoba mengenalinya satu per satu.

Mereka menggotongku turun ke air. Aku merasakan punggungku basah.
"Cukup!" pekikku. "Sudah! Sampai sini saja!"
Tetapi mereka tak menggubrisku seolah aku tak pernah berkata apa-apa, dan salah satu di antara mereka malah berkata, "Kurang dalam. Ke sana lagi!"

"Apa tidak apa-apa? Dia bilang tadi dia tidak bisa berenang."
Ternyata ada satu yang masih memikirkan keadaanku.

"Halah! Wong dangkal ini…!"
Kata-kata itu membuatku terperanjat. Ya, dangkal bagi mereka karena badan mereka besar-besar. Tidak dangkal bagiku yang kecil ini. Apalagi aku tak pernah merasakan ombak sebesar ini.

"Satu…."
"Dua…."
"Tiga…."
"Lempar!!!"

Aku merasakan badanku terayun sejenak. Setelah itu hanya air, air, dan air. Terdengar di telingaku sayup-sayup derai tawa mereka. Aku merasakan napasku pergi meninggalkanku. Aku mencoba meraihnya, tapi yang kudapat hanya kepedihan yang menyesakkan dada dan mencekik leherku tanpa ampun. Aku tak bisa bernapas! Semua yang coba kuhirup seperti racun yang bukannya melegakanku tapi malah melumpuhkan kesadaranku. Apa ini?! Seumur-umur aku baru merasakan yang seperti ini. Aku panik. Tangan dan kakiku terus mencari pegangan.

Bila benar kata mereka bahwa ini dangkal, aku akan menjejakkan ujung-ujung jari kakiku di antara kerikil-kerikil putih. Aku berhasil. Tapi ombak menjatuhkanku kembali. Aku kehilangan keseimbangan. Tak ada tempatku bersandar. Aku sendirian! Semua benda-benda yang kulihat terasa begitu jauh hingga tak mampu aku menggapainya. Aku hampir menyerah mencari pijakan untuk yang kedua kalinya. Bila aku tenggelam dan kesadaranku sudah pudar. Kuharap ada yang menemukanku secepatnya.

Di satu kesempatan lagi aku membuka mataku di atas air walau aku tak punya tempat berpijak. Ada sesuatu yang belang-belang yang menarik perhatianku. Astaga, benda belang-belang itu cukup dekat dariku! Semoga tidak berbahaya. Apapun itu aku berkeras memaksa badanku untuk meraihnya, menggenggamnya erat-erat. Apapun yang terjadi, aku tak ingin melepasnya. Tak akan kusia-siakan kesempatan ini.

Aku terlempar ombak sekali lagi. Betapa ringannya badanku. Aku tak mau tenggelam lagi. Aku menekan belang-belang itu ke bawah sekuatnya, berharap badanku bisa muncul ke permukaan. Ternyata tidak cukup kokoh untuk menahan badanku. Kami terkubur air lagi. Namun perlahan-lahan akhirnya aku terbawa ke tepi ke tempat yang lebih dangkal di tengah-tengah teriakan-teriakan yang hanya kudengar sayup-sayup.
"Biarin aja…."
"Lu kayak penyu, Chan."

Aku terbatuk-batuk, mencoba mengeluarkan semua yang menyesakkan dadaku. Tapi tak berhasil. Kucoba lagi dan tetap tak berhasil. Masih saja tersisa. Aku berlari sekuat yang aku bisa, menjauh dari tempat terkutuk itu. Aku tak ingin menoleh ke belakang.

Aku mencoba duduk saat aku sampai di daratan. Badanku terasa berat karena seluruh pakaian dan badanku basah kuyup. Beberapa dari mereka mengikutiku, mencoba menanyakan keadaanku.
"Ga pa pa, Lin? Ku tinggal ya?"
Enak sekali dia berucap seperti itu. Ingin rasanya aku mengungkapkan semua deritaku, namun tak ada kalimat yang bisa kupikirkan lagi. Tak ada kekuatanku untuk marah lagi. Hanya satu kata yang keluar dari mulutku.
"Minum…."
Orang itu berusaha mencarikan apa yang kuminta. Dia sodorkan sebotol air mineral ke hadapanku. Aku langsung meneguknya seperti orang tidak minum seharian penuh. Aku mencoba beberapa tegukan lagi. Sayang sesak itu tak jua sirna. Aku menumpahkan air mineral itu ke hidungku. Berharap aku bisa mencuci tenggorokanku. Aku terbatuk-batuk lagi dan tersedak.

Setelah aku agak tenang, dia berkata, "Tidak apa-apa kan? Aku tinggal ya?"
Aku ingin menjawab "ya" tapi tak ada yang keluar dari tenggorokanku. Aku mengangguk dan sesaat kemudian aku menemukan diriku sedang duduk di pasir, sendirian memandangi Ka' Putra berlari menjauh meninggalkanku….

--Sudahlah. Ini cuma cerita saat Nori, Hendra, Ka' Putra, dan Chandra melemparku ke laut saat acara jalan-jalan kelas. Entahlah. Aku tak begitu ingat siapa saja mereka.--

Diposkan pertama kali di Facebook 8 Juni 2009 oleh Lina 'Lila' Yuliana

2 komentar:

  1. pemilihan katanya bagus...^^
    rangkaian kata yg membuat kalimat menjadi lebih hidup, dan yang pasti jadi deg-degan mulu ngebacanya.. hehe
    semangaaatt..

    BalasHapus
  2. Yang belang-belang itu Chandra.
    Dia lagi pake kaos polo belang-belang kuning-hitam kayak ular laut aja tapi gede banget.
    Jadi ingat iklan permen....

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...